Rabu, 13 September 2023

Naskah Drama Ah, Jakarta! (Diadaptasi dari Cerpen Karya Ahmad Tohari)

Lakon

AH, JAKARTA

Karya Edisia Permata

Diadaptasi dari cerpen karya Ahmad Tohari

 

 

BABAK 1

 

ADEGAN 1

DITEMUKAN MAYAT MENGAPUNG DI KELOKAN KALI SERAYU DI BAWAH JALAN RAYA. PULUHAN ORANG BERKERUMUN UNTUK MELIHAT DAN TAK SATUPUN YANG MENGENALI MAYAT TERSEBUT.

 

ORANG 1 (Kepada Orang 2)

Kasihan sekali mayat ini. Lihat! Wajahnya tak karuan.

 

ORANG 2

Betul itu, identitas saja tidak punya.

 

POLISI 1 (Kepada Orang-Orang)

Apakah di antara kalian semua ada yang mengenalinya?

 

(Sambil Kembali Mengecek Keadaan Mayat)

 

ORANG 3 (Berteriak)

Tentu saja tidak, Pak. Asing begitu!

 

(Sambil Menunjuk Mayat Itu)

 

ORANG 4

Kalaupun ada, mana mau mengaku, Pak. Malu pasti.

 

TIBA-TIBA DARI KEJAUHAN DATANG SESEORANG DENGAN TERGESA-GESA.

 

AKU (Kepada Polisi 2)

Maaf, Pak Polisi.

 

(Sambil Terengah-Engah)

 

Dia ini mayat karibku.

 

SEMUA ORANG TERKEJUT MENDENGARNYA.

 

POLISI 2 (Berhenti Mencatat)

Betul kau mengenalinya?

 

AKU

Betul, Pak.

 

POLISI 2

Berarti, kau tau siapa namanya?

 

AKU (Menyebut Asal Identitas Karibnya)

Ya, tentu saja. Namanya Jack dari Jakarta, Pak. Dia ini seorang calo.

 

POLISI 2 (Selesai Mencatat)

Baiklah kalau begitu, tugas kami selesai. Kuserahkan mayat ini padamu.

 

POLISI 1 (Kepada Aku)

Setelah ini, mau kau apakan mayat karibmu?

 

ORANG-ORANG MENATAP AKU DENGAN KEJI. TAK MENYANGKA ADA YANG MAU MENGAKU KARIB DARI MAYAT SEORANG GALI.

 

AKU (Tergagap)

Aku akan menungguinya. Siapa tau ada seseorang yang kukenali lewat, kumintai bantuan nanti, Pak.

 

POLISI 1

Baiklah, aku percaya padamu.

 

(Sambil Menepuk Pundak Aku Dengan Mantap)

 

POLISI 2 (Berteriak)

Semuanya bubar! Tontonan sudah selesai!

 

ORANG 5

Selesai begitu saja?

 

ORANG 6

Ya, begitu saja. Mau bagaimana lagi memangnya?

 

ORANG 3

Yah, tidak seru sekali.

 

ORANG 4

Betul, tidak menarik.

 

POLISI PERGI DENGAN WAJAH PUAS. ORANG-ORANG YANG MENONTON IKUT PERGI. TINGGALLAH AKU DAN MAYAT KARIBNYA.

 

AGEGAN 2

AKU BERDIRI DI SAMPING MAYAT KARIBNYA DENGAN BINGUNG. MENOLEH KE KANAN DAN KIRI UNTUK MENCARI BANTUAN.

 

AKU (Celingukan)

Ah, Jakarta. Mau aku apakan mayatmu ini? Kenapa dirimu sangat gegabah dalam bertindak, tidak kau pikirkan dahulu akibatnya. Ckck, sekarang kau sudah jadi mayat. Untung saja aku masih mengenali dirimu lewat cawat cassanova yang kau pakai. Dengan begini, kau justru menyusahkanku, bagaimana aku memandikan mayatmu ini?

 

(Melihat Dua Orang Anak Pencari Rumput)

 

Hei, kalian berdua! Ke sini! Bantu aku kuburkan mayat karibku! Eh-eh, mau ke mana kalian? Jangan kabur dulu! Dasar orang, disuruh membantu orang kesusahan tidak mau, coba saja kalau di kasih uang, wah pasti langsung berbondong-bondong datang.

(Berdiri Bingung Tak Tau Berbuat Apa)

 

Uh, atau dengan itu saja ya?

 

(Sambil Berjalan Untuk Mengambil Sebuah Tempurung)

 

AKU (Mulai Menyirami Mayat Karibnya)

Ah, Jakarta! Tak kan aku lupakan kata itu. Kau selalu menyebutnya beberapa kali. Hush! Hush! Dasar lalat-lalat pengganggu, pergi kalian!

 

(Sambil Menggali Pasir Membujur Ke Utara, Aku Melantunkan Tembang)

 

Kanggo pemut, tansah sabar uga syukur

Gumantung kahanan

Narima sabar yen sedhih

Tampa kanugrahaning Gusti, syukura

 

Kang kasuwun, sabar yen kena pakewuh

Gumanti bakalnya

Narpa putra matswapati

Tansah sae prasangka mring Gusti Allah

 

Kang banjure, gedhekna rasa syukurmu

Gulangen kaya nyatra

Narpada ing butuh yekti

Tata tentrem ati lamun keh dedana

 

(Memasukkan Mayat Karibnya Ke Dalam Lubang Pasir Sedalam Lutut)

 

Meskipun kau mati dengan cara seperti ini, aku tetap sembahyang untuk mayatmu. Semoga saja kau tenang di sana. Tak lagi menanggung beban kehidupan.

 

(Lalu Aku Sembahyang Untuk Mayat Karibnya)

 

AKU

Tak kusangka waktuku denganmu sesingkat ini. Padahal baru saja aku bisa mengobrol lagi denganmu setelah sekian lama berpisah. Kini sang maut yang memisahkan, biarlah nanti kita bertemu lagi di lain kesempatan di alam selanjutnya.

 

(Memiringkan Mayat, Menutupkan Daun-Daun Jati, Menimbunkan Pasir, Dan Membuat Nisan Dari Sebuah Batu Besar)

 

Selamat tinggal karibku, semoga kau bahagia dengan pilihanmu itu.

 

AKU LALU MENINGGALKAN TEPIAN KALI SERAYU. BANYAK ORANG MENONTON, TERMASUK DUA ANAK PENCARI RUMPUT. MEREKA MELIHAT DENGAN HERAN. AH, JAKARTA. KATA-KATA ITU MENAMPAKKAN SISI COMPANG-CAMPING DAN BELEPOTAN. SEBENTAR LAGI KALI SERAYU AKAN BANJIR. KUBURNYA AKAN TERSAPU AIR BAH. BELULANGNYA  AKAN JADI ANTAH BERANTAH.

 

LAMPU BLACKOUT

 

ADEGAN 3

FLASHBACK KE KEJADIAN SEBELUMNYA. PADA SUATU MALAM YANG KELAM, DIA DATANG DENGAN TERPINCANG-PINCANG. LIMA JARI KAKI KANANNYA TERLUKA DENGAN PERBAN YANG TELAH KUMAL. SUDAH TIGA TAHUN LEBIH TAK ADA KABAR DARINYA. WAJAHNYA YANG GELAP KINI PENUH AKAN TANDA TANYA .

 

AKU (Terkejut)

Astaga! Sudah lama aku tak melihat dirimu.

 

(Sambil Memapahnya Masuk Ke Rumah)

 

Bagaimana kabarmu kini?

 

(Sambil Mengganti Perban Karibnya)

 

DIA (Acuh)

Mending kau ambilkan aku koran kemarin, atau hari ini! Aku butuh membacanya.

 

AKU

Untuk apa semua itu?

 

DIA (Membentak)

Nanti kuberitau, ambilkan saja!

 

AKU

Tidak, sebelum kau menceritakan semuanya. Ingat kau di mana sekarang, rumahku, maka ikuti aturanku. Kau masih karibku bukan?

 

DIA (Sambil Mengibaskan Tangan)

Baiklah, baiklah.

 

(Matanya Menatapku. Lalu Menunduk)

 

Aku ini bekas sopir. Sedan yang kusewa bersama ketiga temanku menabrak tiang listrik di Jalan Matraman.

 

AKU

Lalu, ke mana tiga lainnya? Kau hanya datang sendiri.

 

DIA

Tak bangun. Mungkin mati. 

 

(Berkata Tanpa Rasa Bersalah)

 

AKU

Tunggu, seperti ada yang tidak beres dengan ceritamu. Untuk apa kau melarikan diri sampai kepayahan seperti ini? Sudah, jujur saja. Bukankah kita sudah lama saling mengenal? Masak kau tak mempercayaiku.

 

DIA (Mendengus)

Ternyata kau masih sama seperti dulu, tidak bisa dibohongi.

 

(Terdiam Cukup Lama)

 

Kami baru berangkat operasi. Ada golok, gunting kawat, dan clurit dalam mobil itu. Habis aku kalau tertangkap.

 

AKU (Menganggukan Kepala)

Kau sekarang seperti itu. Mengapa?

 

DIA

Ah, Jakarta. Jangan terlalu dipikirkan kawan. Mending kau beri aku koran kemarin saja.

 

(Menatap Dengan Datar)

 

AKU

Baiklah.

 

(Mengambil Koran)

 

Ini ambillah!

 

DIA (Membolak-Balikkan Halaman Koran)

Ah, tidak ada.

 

(Mengambil Koran Lain)

 

Nah, ketemu. Tuh, baca sendiri!

 

(Melempar Koran Ke Meja)

 

AKU (Membaca Koran Dengan Serius)

Berita tentangmu bahkan termuat di koran. Seperti artis saja dirimu ini. Memang tak ada pilihan lain? Jadi buronan kau sekarang.

 

DIA

Ah, Jakarta. Biarkan saja, sudah nasibku seperti ini.

 

(Sambil Menyenderkan Punggungnya Ke Kursi)

 

AKU (Menghela Napas)

Kau taukan, berat menerima buronan seperti kau ini. Kalau orang lain yang kau datangi, pasti sudah diusir dirimu. Untung kau mendatangi aku, karibmu dulu.

 

DIA (Kembali Menegakkan Punggung)

Hmm..tak takut dirimu menerima buronan sepertiku ini? Siapa tau kau terpaksa kan dan diam-diam melaporkanku pada polisi. Ah, atau mungkin ke ketua RT?

 

(Lalu Menatap Aku Curiga)

 

Kalau kau terpaksa bilang saja, aku tak mau membuatmu susah.

 

AKU

Mana ada aku terpaksa. Tenang, kau sama sekali tak menyusahkanku. Asal tak ada yang tau saja, aman dirimu di sini. Lagipula, kedatanganmu mengingatkan diriku akan masa kecil kita dulu.

 

(Menerawang Jauh)

 

Ingatkah dirimu? Di pematang sawah, berlarian sambil telanjang bulat. Atau saat kita berdua semangat mencari telur burung hanyaman, membalutnya dengan lepung dan membakarnya. Ah, bahkan aku masih ingat rasanya sampai sekarang.

 

DIA (Sambil Tertawa Hambar)

Kita berdua nakal sekali ternyata dulu.

 

AKU

Bisa tertawa juga dirimu ini. Ingat tidak waktu kita berdua menyelam di lubuk mencari udang batu? Membakarnya dalam pasir panas sampai warnanya merah. Uh, enak, gurih dan manis menjadi satu.

 

DIA (Ikut Menerawang Jauh)

Kalau ingat masa itu, rasanya aku ingin sekali mengulangnya. Kita masih dua bocah cilik tanpa dosa, tanpa menanggung beban hidup.

 

(Setetes Air Mata Jatuh Dari Matanya)

 

AKU (Ikut Menyendu)

Aku paling suka saat kita bermain rebut pati. Mencari belut sambil adu ketangkasan. Menyebalkan sekali aku selalu kalah darimu, kau dulu kuat sekali.

 

DIA (Terkekeh)

Tentu saja aku kuat, lagipun, kau ini kurus kerempeng.

 

AKU (Tertawa)

Daripada dirimu, masih kecil sudah berotot. Macam siapa itu? Ah, Ade Rai!

 

(Tertawa Terbahak-Bahak)

 

DIA

Kurang ajar dirimu ini! Mana ada aku seperti Ade Rai, tampan begini.

 

(Memegang Wajah Dengan Tangan)

 

AKU (Kepada Dia)

Sebenarnya, kau menang bukan karena kuat kan? Tau aku ini. Kau gigit belut itu pakai mulutmu biar aku tak bisa mengambilnya, licik sekali dirimu.

 

(Melotot Main-Main Ke Arahnya)

 

DIA (Merasa Bangga)

Baru sadar kau?

 

AKU (Masam Mukanya)

Sudah sadar dari lama, hanya saja aku malas mendebatmu. Oh hampir lupa aku, kau bisa mandi di sini, menginaplah di rumahku untuk sementara waktu!

 

DIA

Ah, Jakarta. Kita lihat saja nanti.

 

ADEGAN 4

DARI DALAM RUMAH, KELUAR ISTRI AKU MEMBAWAKAN KOPI DAN PISANG REBUS AMBON NANGKA. DIA LALU MAKAN DENGAN LAHAPNYA.

 

AKU (Menatap Dia Makan)

Aku masih bersyukur, kau tak mati seperti ketiga temanmu.

 

DIA (Masih Fokus Makan)

Sudah mati, ya mati sajalah. Palingan diriku nanti teringat yang masih hidup.

 

AKU

Siapa? Anak dan Istrimu?

 

DIA

Bukan, bukan mereka. Istriku, dia sudah kembali ke rumah orang tuanya.

 

AKU

Cerai kau?

 

DIA

Ya, begitulah.

 

AKU

Lalu, anakmu?

 

DIA

Mereka ikut dengan ibunya. Tak perlu lagi ku khawatirkan, aman mereka di sana. Aku justru lebih menghawatirkan si Jabri.

 

(Wajahnya Langsung Muram)

 

AKU

Siapa lagi si Jabri ini?

 

DIA

Dia ini temanku yang baik. Sering kusewa mobilnya, maksudku mobil majikannya. Kasihan dia harus ganti rugi.

 

(Wajahnya Tampak Sedih)

 

ADEGAN 5

MALAM SEMAKIN LARUT. PERCAKAPAN MULAI MENGALIR DENGAN LANCAR. DIA YANG MULANYA MASIH HATI-HATI MENCERITAKAN KEHIDUPANNYA DI JAKARTA AKHIRNYA MEMBUAT PENGAKUAN-PENGAKUAN MENGEJUTKAN YANG MUNGKIN SANGAT DISUKAI PIHAK KEPOLISIAN.

 

DIA

Aku memiliki sebuah kelompok. Hari itu, kami mulai beroperasi dengan mengintai toko elektronik. Setiap ada orang yang membeli TV warna atau video, salah satu dari kami bertugas mengikutinya sampai rumah. Dia harus melihat apakah orang yang diikuti itu memiliki anjing atau tidak. Kau tau? Anjing lebih sulit dijinakkan daripada hansip. Setelah berhari-hari pengintaian, kami akan merampok rumah tersebut. Tidak perlu menunggu malam hari untuk memulai aksi selagi pintu halaman gampang diterobos dengan gunting kawat. Kelompok kami bahkan sudah menguasai ilmu mencongkel pintu rumah utama yang berdaun tunggal atau rangkap.

 

AKU (Dengan Penasaran)

Wuih, ahli juga kau dan kelompokmu itu. Lalu, dengan apa kau biasanya menerobos masuk? Apakah ada alat khususnya?

 

DIA (Semangat Bercerita)

Tak ada alat khusus, paling hanya pakai jepit kuku buatan Taiwan.

 

(Sambil Mempraktikkan Mendobrak Jendela Nako Rumah Aku)

 

AKU (Terkejut)

Waduh, jangan kau peragakan pada jendelaku juga, sudah tau rumahku ini reyot. Pasti mudah sekali kau terobos.

 

DIA (Tampak Tenang Dan Luwes)

Santai, nanti kuperbaiki lagi seperti semula. Lihatlah! Setelah salah satu daun kacanya berhasil tercongkel dari luar, kisi-kisi harus ditekan ke dalam dengan dorongan kaki. Kau tau tidak gunanya untuk apa?

 

AKU

Pakai tanya lagi? Aku ini bukan dirimu, seorang perampok ahli.

 

(Sambil Merangkul Sang Karib)

 

DIA (Mendengus Geli)

Gunanya agar kisinya tidak melenting, jadi kedua ujungnya harus dipegang. Kalau kisinya sudah jebol, selesai sudah. Rumah sekokoh apapun gampang diterobos. Tapi, kami juga pilih-pilih mencari korban. Harus yang benar-benar kaya.

 

AKU

Memang kenapa harus yang benar-benar kaya?

 

DIA

Ya, karena kebanyakan orang kaya tidak banyak berulah kalau barang-barangnya dicuri. Toh, nanti mereka bisa beli lagi, uangnya tak bakal habis.

 

AKU (Manggut-Manggut)

Betul juga. Lalu? Lanjutkan lagi ceritamu, aku masih ingin mendengar.

 

DIA (Kembali Duduk)

Pernah waktu itu, kami merampok rumah orang kaya di daerah Kebayoran. Tiba-tiba ditodong pistol oleh tuan rumah, ternyata terbangun dia saat mendengar kami mencongkel jendela. Keruh sekali suasana saat itu, dia dan kami bahkan telah siap berkelahi. Untung saja tuan rumah memberikan penawaran yang menarik.

 

AKU

Apa itu?

 

DIA

Dia menawarkan barang-barangnya asalkan kami tidak membuat keributan. Kau tau kenapa dia seperti itu? Ternyata dia ini seorang pejabat. Di rumah itu dia sedang ngadon dengan istri muda. Daripada masuk koran kan, makanya dia ambil jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak.

 

AKU (Menggelengkan Kepala)

Ada-ada saja ulah orang-orang kaya itu.

 

DIA

Yah, Jakarta!

 

(Sambil Tertawa Renyah)

 

ADEGAN 6

PADA TENGAH MALAM, DIA TELAH TERTIDUR DENGAN NYENYAK DI DALAM KAMAR YANG TELAH DISEDIAKAN OLEH AKU. LALU, ISTRI AKU DATANG UNTUK BERTANYA SUATU HAL.

 

ISTRI (Berbisik Ke Aku)

Siapa dia?

 

AKU

Dia anak sini asli, teman sepermainanku dulu.

 

ISTRI (Masih Berbisik)

Ceritanya mengesankan. Gali ya?

 

AKU

Ya, begitulah. Seperti yang telah kamu dengar.

 

ISTRI

Nah, awas kamu. Aku tidak ingin ada bangkai manusia yang pernah menginap di rumah ini. Kau tahu orang-orang macam dia yang kini mayatnya tercampak di mana-mana kan?

 

AKU (Menutup Mata Dengan Bantal)

Hmm..

 

ISTRI (Menyerocos)

Ham hem ham hem. Sudah tau dia itu gali, masih saja kau bolehkan tinggal. Apa kata tetangga kalau mereka tau? Malu aku ini. Belum lagi jika ada yang melapor, kau bisa kena juga nanti. Ikut ditangkap sebab menyembunyikan seorang buronan.

 

AKU

Tidak akan aku ditangkap.

 

ISTRI

Tidak akan kamu bilang? Alah, omong kosong saja. Apa kamu bisa menjamin kalau di sudah insyaf. Bagaimana jika dia hanya berpura-pura agar kau kasihan. Lalu, boom, ternyata dia hanya mau merampokmu saja.

 

AKU (Menyorot Tak Suka Ke Istri)

Mana ada dia seperti itu. Aku telah mengetahui tabiatnya.

 

ISTRI

Dia ini sudah beda. Telah bertahun-tahun kamu baru bertemu dengannya lagi, mana tau kalau dia sudah tercemar perilaku buruk selama di Jakarta. Dia sendiri saja tidak merasa bersalah meninggalkan ketiga temannya sekarat. Begitu bangganya dirinya jadi perampok. Kamu ini terlalu baik, di  tentu telah tau sifatmu itu. Bisa jadi dia memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.

 

AKU

Sudah, mengomel terus dirimu ini. Tidur saja, tidak lelah kau begitu?

 

(Mulai Mencari Posisi Nyaman Untuk Tidur)

 

ISTRI

Huh, dasar bebal!

 

(Ikut Mencari Posisi Nyaman Untuk Tidur)

 

PAGI HARINYA SETELAH SUBUH, DIA SUDAH LENYAP ENTAH KE MANA. HANYA ADA TULISAN DI ATAS BEKAS BUNGKUS ROKOK YANG DIA TINGGALKAN.

 

AKU (Membaca Tulisan Itu)

Terima kasih. Aku segera pergi supaya tidak merepotkan dirimu.

 

(Menghela Napas Lelah)

 

Mau pergi ke mana dirimu itu? Kenapa tak kau terima saja bantuan dari karibmu ini? Huh, aku hanya tak ingin nantinya mendengar kabarmu yang mati sia-sia seperti berita para gali yang sudah-sudah.

 

SELESAI

 

Keterangan dari tembang berbahasa Jawa:

Kanggo pemut, tansah sabar uga syukur

Untuk diingat agar selalu bersabar juga bersyukur

 

Gumantung kahanan

Dalam setiap keadaan

 

Narima sabar yen sedhih

Bersabarlah dalam setiap kesedihan

 

Tampa kanugrahaning Gusti, syukura

Ketika mendapat anugerah Allah, bersyukurlah

 

Kang kasuwun, sabar yen kena pakewuh

Yang diminta, bersabarlah ketika mendapatkan musibah

 

Gumanti bakalnya

Suatu saat pasti akan berganti

 

Narpa putra matswapati

Putra raja Matswapati

 

Tansah sae prasangka mring Gusti Allah

Selalu berprasangka baik kepada Allah

 

Kang banjure, gedhekna rasa syukurmu

Selanjutnya, perbanyaklah rasa syukurmu

 

Gulangen kaya nyatra

Latihlah dengan sungguh-sungguh

 

Narpada ing butuh yekti

Sungai di butuh (bedana)

 

Tata tentrem ati lamun keh dedana

Rasa tenteram di hati jika kamu banyak berderma

 

Edisia Permata

Yogyakarta, 29 April 2023

6 komentar:

Contoh Berita Opini. Mengulik Misteri Gedung Kuliah I WS. Rendra, Bikin Merinding Mahasiswa

  Penulis: Annas Tasya Azzahra Ramadhani Edisia Permata Nur Islami (01/11/23) 20.23 WIB Gedung Kuliah 1 WS. Rendra Yogyakarta - Mereka yang ...